Mengapa Manusia Menggambar

04.15 Unknown 0 Comments



Setelah banyak postingan yang berupa teknik-teknik gambar sekarang mari menilik sejarah mengapa manusia menggambar. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tak bisa lepas dari perpaduan titik, garis, bidang dan warna yang membentuk sebuah citra dan arti, yang kita namakan dengan ‘gambar’ (picture/image). Baik dalam bentuk sederhana pada rambu lalu lintas, hingga bentuk yang lebih menarik pada pakaian, hiasan rumah, aksesori, maupun pada benda-benda lain di sekitar kita.
Bagaimana seandainya gambar tidak pernah ada dalam hidup kita? Jauh di masa prasejarah,  selama lebih dari 100.000 tahun yang lalu, begitulah hidup manusia. Tidak ada gambar sama sekali. Imageless.
Hingga sekitar 35.000 tahun lalu dalam sejarah peradaban, manusia mulai menciptakan gambar untuk mencitrakan dan mengartikan sesuatu. Oleh para arkeolog, periode ini disebut ‘ledakan kreatif’ (creative explosion period).
Pada tahun 1879, seorang arkeolog amatir bernama Marcelino De Sautuola dan putrinya Maria, menemukan lukisan/gambar sekumpulan Auroch (sejenis lembu ox yang sudah lama punah) di goa Altamira, Spanyol Utara. Penemuan ini tidak dipercaya keasliannya karena gambar-gambar di goa tersebut terlalu bagus untuk seniman prasejarah.
Hingga beberapa dekade ke depan, penemuan-penemuan lukisan goa terjadi. Salah satu gambar tertua yang paling terkenal adalah gambar di goa Lascaux, Perancis yang ditemukan pada tahun 1940. Dinding goa tersebut penuh dengan gambar mammoth, bison, rusa kutub dan kuda. Diduga alat-alat yang digunakan untuk melukis adalah tulang berbentuk datar sebagai palet, alang-alang atau bulu digunakan sebagai kuas dan tumbuh-tumbuhan digunakan sebagai sumber pewarna.
Kembali pada definisi gambar. Gambar adalah perpaduan titik, garis, bidang dan warna yang dikomposisikan untuk mencitrakan sesuatu. Bagaimana manusia yang tidak pernah melihat gambar sebelumnya, terpikir untuk menciptakan gambar dan darimana asal muasal ide untuk menciptakan sebuah gambar?
Pada abad ke-20, Henri Breuil, seorang pastur Perancis yang juga merupakan pakar terkemuka dalam seni goa, menyatakan teori bahwa sama seperti seniman-seniman di masa kini yang menggambar ulang keadaan lingkungan di sekitarnya, seniman-seniman prasejarah juga menggambar/melukiskan kehidupan lingkungan di sekitarnya. Dalam hal ini adalah berburu. Menurutnya, seniman prasejarah memiliki kepercayaan bahwa, gambar-gambar hewan tersebut akan membantu mereka untuk memperoleh banyak hewan buruan.
Namun, teori ini gagal karena tulang belulang di sekitar goa yang diduga adalah hewan buruan dan makanan manusia prasejarah, bukanlah merupakan tulang hewan-hewan yang digambarkan di dinding goa, yang pada awalnya diduga sebagai gambar hewan buruan. Selain itu, para seniman pada zaman ini menggambar di goa yang sempit dan gelap, yang tentu saja jauh dari perhatian manusia pemburu lainnya, yang juga ingin memperoleh banyak hewan buruan.
Beberapa tahun lalu, muncul sebuah gagasan revolusioner untuk memecahkan pertanyaan tersebut. Terinspirasi dari lukisan-lukisan serupa yang tampak seperti gambaran berburu, yang dibuat oleh suku San atau biasa dikenal dengan Bushmen beberapa ratus tahun lalu, di tebing Drakensberg, Afrika Selatan.
Salah seorang peneliti lukisan goa, David Lewis Williams menjabarkan, suku San percaya bahwa manusia hidup dapat meninggalkan tubuh dan berjalan mengunjungi dunia roh. Hal ini terjadi ketika dalam keadaan trans (trance) atau biasa disebut dengan kesadaran yang berubah. Tradisi ini biasa dilakukan oleh tabib dari suku San untuk menyembuhkan salah satu anggota keluarga suku tersebut.
Ternyata, lukisan suku San beberapa ratus tahun lalu tersebut bukanlah menggambarkan kehidupan sehari-hari. Tetapi merupakan pengalaman halusinasi mereka ketika sedang berada dalam keadaan trans.
Teori baru muncul, berdasarkan kesamaan pola lukisan yang terdapat pada lukisan suku San yang hanya berusia ratusan tahun di Afrika, dengan pola lukisan beribu-ribu tahun lalu di Eropa. Kesamaan tersebut selain objek utama merupakan hewan yang kuat juga bentuk pola-pola lain seperti bulat-bulat, garis-garis zig-zag dan bintik-bintik yang tampak digambarkan seperti motif di dinding goa.
Lalu apa yang menyebabkan manusia di lokasi dan waktu yang berbeda dapat menciptakan bentuk gambar yang sejenis? David Lewis Williams kemudian menyatakan, jawabannya adalah pada kesamaan otak seniman tersebut.
Dr. Dominic Ffytch dari Institute of Psychiatry di London menyatakan bahwa, ada bagian otak yang dapat mempengaruhi visualisasi seseorang, terlepas dari riwayat kesehatan matanya.  Untuk membuktikan hal ini, sukarelawan diminta mengenakan sepasang kacamata khusus yang dapat menstimulus bagian visual pada otak, dengan mata tertutup. Kacamata khusus tersebut tersambung dengan komputer yang mengatur jumlah kilatan cahaya yang diberikan pada sukarelawan tiap detik. Stimulus yang diberikan pada otak tersebut menyebabkan sukarelawan dapat ‘melihat’ bentuk walaupun dengan mata tertutup. Pola yang dilihat sama, seperti bulatan, warna-warni spektrum, garis-garis, kotak hitam putih dan jaring-jaring.
Ffytch menerangkan, hal ini bisa terjadi karena tampaknya ada bagian otak kita  yang mewakili bentuk-bentuk/pola-pola tersebut. Siapapun yang bagian otaknya tersebut terstimulus, maka akan memperoleh visual serupa. Dalam keadaan trans, bagian otak ini pulalah yang juga terstimulus. Begitu pula ketika mata dalam keadaan ‘lemah’ seperti tertutup atau di ruang gelap, bagian otak ini akan terstimulus dan dapat melihat pola-pola yang sama ketika berada dalam keadaan trans.
Hal inilah yang menjelaskan, kenapa lukisan suku San bisa berpola sama dengan para seniman prasejarah yang melukis di goa gelap yang sempit. Para seniman prasejarah, kehilangan kemampuan indera matanya ketika berada di dalam goa gelap dan otaknya terstimulus untuk berhalusinasi. Itulah mengapa para seniman yang masuk ke dalam goa tanpa cahaya sama sekali, mungkin melihat bentuk-bentuk yang sama. Halusinasi ini didukung pula oleh pengalaman kebudayaan mereka, yang juga berperan penting sebagai referensi penciptaan visualisasi tersebut. Yaitu hewan-hewan kuat yang dikagumi seperti Aurochs di Spanyol, Mamot di Perancis dan Eland di Afrika.
Lahirnya gambar pertama kali bukan dari pikiran tiba-tiba oleh manusia, melainkan dari mengenali bentuk dan citra yang dibuat oleh otaknya yang diproyeksikan ke dinding. Para seniman prasejarah tersebut kemudian mengukir visi-visi yang tercipta di kepala mereka tersebut di dinding goa.
Gambar kemudian berkembang mengikuti perkembangan peradaban manusia menjadi sebuah karya seni dalam berbagai kategori. Lukisan, film dengan gambar bergerak (animasi) dan lain sebagainya. 


sumber: BBC series, How Art Made The World

You Might Also Like

0 komentar: