Manfaat Menggambar
Setelah beberapa postingan lebih pada tehnik-tehnik menggambar, sekarang saya akan membahas sesuatu yang agak berbeda.Aktivitas menulis, menggambar, mewarnai, menggunting atau membuat prakarya, ternyata memiliki banyak manfaat bagi anak. Aktivitas kreatif itu tidak hanya dapat melatih keterampilan motorik halus dan daya imajinasi anak, tetapi juga memiliki manfaat terapeutik atau penyembuhan untuk beberapa gangguan atau kendala psikologis.
Proses kreatif yang terjadi manakala anak menggambar, mewarnai, menggunting atau membuat prakarya, akan mengeksplor perasaan dan sisi emosional. Salah satunya berupa pelepasan energi dan emosi negatif. Lewat terapi seni, ayah bunda juga bisa memetik manfaat lebih dekat dan akrab dengan anak. Secara keseluruhan, hal ini akan mendukung tumbuh kembang anak yang optimal.
1. Untuk Ice Breaking
Terkadang setelah berpisah dengan anak seharian karena bekerja, bunda atau ayah mengalami kesulitan memulai interaksi dengan anak di rumah. Bisa jadi karena anak ngambek karena Anda pulang kemalaman, atau karena dia sudah nyaman bersama Si Mbak. Rasa lelah plus jengkel, terkadang membuat Anda cepat “menyerah”, sehingga merelakan anak tidak bersama Anda pada malam hari. “Habis dia nggak mau ditemani aku”, kilah Anda. Sebetulnya, teknik ice breaking bisa mengatasi situasi ini. Pilihlah aktivitas seni sebagai media untuk memecah kebekuan, sebab selain anak balita senang menggambar atau mewarnai, aktivitas ini pun tidak membutuhkan kontak mata sehingga bebas tekanan. “Nak, tadi di jalan bunda melihat binatang ini, lho. Bunda lupa namanya, bentuknya begini. Ini hewan apa ya, Nak?” Gunakan bentuk-bentuk sederhana, seperti segitiga untuk menggambar kambing atau lingkaran untuk ayam. Tak perlu detail sempurna, yang penting Anda musti “cerewet” saat menggambar.
2. Menyalurkan Ekspresi Negatif
Ketika anak rewel, jengkel, marah atau sedih akibat sesuatu, alihkan perhatiannya dengan menggunakan benda-benda seni, misalnya clay atau alat lukis. Pilih yang warna-warni agar menarik perhatiannya. Ajak anak, “Kita remas-remas clay, yuk”, lalu buatlah obyek-obyek sederhana, misalnya bola, sosis, ular, lalu bongkar dan remas lagi untuk membuat bentuk lain. Sambil bermain, perhatikan ekspresi anak. Biarkan ia gemas meremas atau memukul-mukul clay dengan telapak tangan. Karena selain sedang menuangkan kreativitas, anak juga tengah melepaskan energi negatif atau tekanan yang dirasakan. Cara serupa dapat dilakukan dengan melukis atau membubuhkan aneka warna di atas kertas dengan cap telapak tangan atau kaki.
3. Melancarkan Komunikasi dan Meningkatkan Bonding
Kita ingin anak terbuka dan bebas bercerita pada kita tentang kejadian yang dialami atau perasaannya sehari-hari. Dengan keterbukaan anak, orangtua jadi bisa memantau perkembangan kognitif, emosi dan keterapilan inter-personal anak, dapat memantau keselamatan, keamanan dan kesejahteraannya, sekaligus memiliki bonding lebih kuat dengannya. Namun, tidak semua anak dan orangtua memiliki kemampuan berkomunikasi secara lancar dan terbuka. Mungkin yang ada hanya komunikasi berupa instruksi atau pertanyaan “menjemukan” seperti “Mandi dulu, sana!” atau “Kamu sudah makan?”. Gunakan aktivitas seni untuk melancarkan komunikasi, misalnya, temani anak saat menggambar, lalu ajukan pertanyaan. “Kamu menggambar apa?” atau “Mengapa gajah itu berwarna biru?”. Biarkan anak menjawab, tugas Anda hanyalah memancingnya untuk bercerita sambil membiarkan ia menggambar. Komunikasi juga dapat dibangun saat Anda menemani si kecil mewarnai, atau membuat prakarya -seni lipat, gunting-tempel atau meronce.
4. Mengatasi Gangguan Mental dan Trauma
Pada anak-anak yang mengalami masalah gangguan kesehatan mental, misalnya berupa perilaku kerap cemas atau takut berlebihan, sehingga disalurkan lewat menggigit, membenturkan kepala, cepat marah, atau mengalami perubahan emosi drastis, menurut Psikolog UI Dr. Rose Mini Agoes Salim, M.Psi., terapi seni bisa menjadi solusi. “Dalam hal ini, orangtua musti bertemu dengan ahlinya terlebih dahulu, karena terdapat langkah demi langkah yang akan disesuaikan dengan usia dan tingkat kecemasan atau kadar gangguan, ujar Rose Mini.
Terapi seni juga dapat diaplikasikan untuk mengobati trauma atas kejadian tidak menyenangkan yang pernah menimpa anak. Peneliti dan psikolog dari Institute for Psychology University of Lepizig, Jerman, Prof. Dr. Evelin Witruk, melakukan terapi seni terhadap anak-anak korban tsunami di Aceh, menggunakan aktivitas melukis dan menggambar. Cara ini, menurutnya, cukup berhasil memulihkan kondisi psikis anak-anak.
0 komentar: